AKIDAH USTAIMIN

 AKIDAH USTAIMIN



  1. Allah memiliki batas, namun tdk tau batasnya. (Aswaja: Padahal dia tau arsy adalah batasnya. Arsy outomatis menjadikan batas)

  2. Kedunguan Ustaimin berakidah ganda bertolak belakang (Asy ariyah dan tajsim)






2.DI DALAM SIFAT DZATIYAH USTAIMIN MEMILIKI AKIDAH GANDA BERTOLAK BELAKANG, PLIN-PLAN, ATAUKAH DUNG??


https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid028AkzwKR1xazqrig3mwFrKcy8cgk1EZQw1hQwkYDW9R9eqGVHoU6vpVqh7GKv6isjl&id=100051781117412


ULAMANYA SAJA DUNGU APALAGI PENGIKUTNYA


Berdebat masalah aqidah itu tidak seperti masalah furu'iyah. Karena di dalam perkara pokok aqidah tertutup pintu ijtihad. Sehingga tidak memungkinkan perbedaan pendapat ketika sudah sepakat dengan satu pokok aqidah yang sama.


Orang yang tegak di atas kebenaran tidak akan menghasilkan kesimpulan yang kontradiktif dengan pokok aqidah yang sudah disepakati, sedangkan orang yang tegak di atas kesesatan pasti akan membuat kesimpulan yang kontradiktif dan menampakkan kedunguan.


Oleh sebab itulah Allah menjuluki orang yang selamat dari ayat mutasyabihat dengan julukan

الراسخون في العلم

Orang orang yang teguh di dalam ilmu.

Menunjukkan orang orang yg cerdas di dalam berpikir.


Maka bisa diketahui bahwa orang orang sesat yang yg condong kepada ayat mutasyabihat untuk membuat fitnah adalah kebalikannya, yaitu orang orang dungu dan lemah di dalam berpikir.


Kali ini akan saya perlihatkan kedunguan orang sesat yang dimaksud. (Yaitu Ustaimin)


1. UTSAIMIN MENGAKUI AKIDAH AL 'ASYARI

Utsaimin berkata :

ﻓﺄﻣﺎ اﻟﺼﻔﺎﺕ اﻟﺬاﺗﻴﺔ ﻓﻴﺮاﺩ ﺑﻬﺎ اﻟﺼﻔﺎﺕ اللاﺯﻣﺔ ﻟﺬاﺗﻪ - ﺗﻌﺎﻟﻰ -، اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﺰﻝ ﻭﻻ ﻳﺰاﻝ ﻣﺘﺼﻔﺎ ﺑﻬﺎ 

Adapun sifat sifat dzatiyah, maka yang dimaksud dengannya adalah sifat sifat yang wajib bagi dzat Nya ta'ala, yang mana Allah senantiasa memiliki sifat demikian.

Majmu Fatawa. 134/1.


Dihalaman lain dia berkata :

ﻭﻫﻲ ﺻﻔﺔ ﺫاﺗﻴﺔ ﻻ ﺗﻨﺘﻔﻲ ﻋﻦ اﻟﻠﻪ

..dan yang demikian adalah sifat dzatiyah yang tidak akan ternafikan dari Allah.

Majmu Fatawa. 206/1.


Perkataan Utsaimin itu menampakkan bahwa dirinya sepakat dengan pokok aqidah ahlussunnah wal jamaah yang meyakini sifat dzat adalah sifat yang wajib bagi dzat Allah, Allah senantiasa memiliki sifat tersebut dan tidak akan ternafikan dari Allah, maksudnya sifat tersebut tidak boleh tiada.


1. USTAIMIN BERAKIDAH TAJSIM

Mulailah nampak kedunguannya ketika berbicara tentang sifat khabariyah dan membenarkan perkataan Usman bin Sa'id ad darimi yang menetapkan dzat Allah memiliki batas dan ada ujungnya, karena Utsaimin ini meyakini Allah berada di atas sesuatu secara terpisah dengan jarak ketika berkata dengan sifat istawa dan fauqiyah. Maha suci Allah dari sifat demikian.

Utsaimin menukilkan perkataan Usman bin Sa'id :

 ﺃﻥ اﻟﺤﺪ ﺗﺎﺭﺓ ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ ﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﻣﺤﺪﻭﺩ ﻳﺪﺭﻙ اﻟﻌﻘﻞ ﺣﺪﻩ ﻭﺗﺤﻴﻂ ﺑﻪ اﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ ﻓﻬﺬا ﺑﺎﻃﻞ.

Batas itu adakalanya yang dimaksud dengannya adalah dzat Allah dibatasi yang mana akal mampu menjangkau batasnya dan mahluk mahluk meliputi Allah dengannya, maka hal ini bathil.

ﻭﺗﺎﺭﺓ ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ ﺃﻧﻪ ﺑﺎﺋﻦ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﻝ ﻓﻴﻬﻢ ﻓﻬﺬا ﺻﺤﻴﺢ.

Dan adakalanya yang dimaksud dengannya adalah dzat Allah adalah yang terpisah dengan jarak dari ciptaannya bukan yang berada di dalam mereka, maka hal ini adalah benar.

 ﻭﻟﺬﻟﻚ ﺭﺩ اﻹﻣﺎﻣ ﻋﺚﻣﺎﻧ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺪاﺭﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺑﺸﺮ اﻟﻤﺮﻳﺴﻲ ﻓﻲ ﻧﻔﻴﻪ اﻟﺤﺪ

Dikarenakan yang demikian itu Imam Usman bin Sa'id Ad Darimi membantah Bisyr Al Marisy di dalam menafikan batas.

 ﻭﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻪ ﻻ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﻨﻔﻴﻚ، ﺇﻻ ﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﻻ ﺷﻲء، ﻷﻧﻪ ﻣﺎ ﻣﻦ ﺷﻲء ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻪ اﺳﻢ الشيء ﺇﻻ ﻭﻟﻪ ﺣﺪ ﻭﻏﺎﻳﺔ ﻭﺻﻔﺔ، ﻟﻜﻦ اﻟﺒﺎﺭﻱ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﺻﻔﺘﻪ ﺇﻻ ﻫﻮ ﻗﺎﻝ: ﻓﻨﺤﻦ ﻧﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﺤﺪ ﻭﻧﻜﻞ ﻋﻠﻤﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ- ﺗﻌﺎﻟﻰ

Dan dia berkata : Sesungguhnya penafian mu itu tidak ada maknanya, kecuali menetapkan bahwa Allah bukan sesuatu yang maujud. Karena tidak ada sesuatu yang maujud berlaku terhadapnya nama sesuatu kecuali memiliki batas, ujung dan sifat. Akan tetapi Allah jalla wa alaa tidak ada yang mengetahui kaifiyah sifatnya kecuali Dia. Usman bin Sa'id berkata : Maka kami beriman dzat Allah dengan batas (dan ada ujungnya), dan kami menyerahkan ilmunya kepada Allah ta'ala.

Kitab Majmu Fatawa. 254/7.


Betapa dungunya orang itu.

Diawal dia berkata sifat dzat itu wajib bagi dzat Allah, sifat dzat itu  tidak akan ternafikan,  tapi disisi lain dia menetapkan dzat Allah memiliki batas dan ada ujungnya. Sedangkan batas dan ujung itu tidak ada ketika mahluk belum diciptakan, karena tidak ada yang membatasi dzat Allah.

Artinya batas dan ujung bagi dzat Allah adalah sifat dzat yang ternafikan ketika mahluk belum diciptakan. Sifat dzat yang tidak wajib.


Lagipula perkataan Usman bin Sa'id itu ngawur ko bisa dibenarkan. Dia berkata tidak ada yang maujud kecuali memiliki batas dan ujung. Padahal dzat Allah ketika mahluk belum diciptakan tidak memiliki batas dan ujung dan bukan yang tiada.


Namun bagi orang orang yang hatinya disesatkan oleh Allah, sekalipun sudah jelas diperlihatkan kedunguan orang itu, tetap saja diikuti. Mereka tidak peduli sekalipun Allah sudah mengabarkan bahwa lawan orang sesat yang membuat fitnah dengan ayat mutasyabihat adalah orang orang cerdas yang teguh di dalam ilmu.


Abdurrachman Asy Syafi'iy







—-------


  1. ALLAH MEMILIKI BATAS, NAMUN TIDAK TAU BATASNYA. (ASWAJA: PADAHAL DIA TAU ARSY ADALAH BATASNYA. ARSY OUTOMATIS MENJADIKAN BATAS)


USTAIMIN NGELAWAK


ASLI GAES..KETIKA BACA PERKATAAN ULAMA WAHABI BERBICARA TENTANG AQIDAH LUCU SEKALI. SEPERTI KOMEDI.


Masalahnya adalah adatnya wahabi itu ketika menemukan perkataan ulama ahlussunnah yang menyalahi perkataan mereka, seketika itu oleh mereka ditahrif agar seolah olah tidak membatalkan aqidah mereka. Ya namanya juga ahlul fitnah.


Akan tetapi dikarenakan sudah berbeda pokok aqidah dengan ahlussunnah, tahrif yang mereka lakukan itu jadi konyol dan lucu. Jauh dari sifat ilmiah. Karena terlalu memaksakan.


Contohnya ketika mereka menemukan perkataan ulama ahlussunnah wal jama'ah yang meniadakan batas bagi dzat Allah :

ﻗﺎﻝ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ : ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ اﻟﻌﺮﺵ ﺑﻼ ﺣﺪ

Imam Ahmad berkata : Dan dia di atas Arsy tanpa batas. 

Majmu Fatawa. Ibnu Utsaimin. 253/7.


Sedangkan keyakinan Wahabi adalah menetapkan batas bagi dzat Allah. 


Lalu perkataan ulama ahlussunnah yang meniadakan batas mereka tahrif, maksudnya adalah tidak tahu batasnya. 

ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ ﺃﻧﻪ ﺑﺎﺋﻦ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﻝ ﻓﻴﻬﻢ ﻓﻬﺬا ﺻﺤﻴﺢ

Yang dimaksud dengan nya adalah Allah yang terpisah (dengan jarak, berada di atas) dari ciptaannya, bukan yang berada di dalam mereka. Maka ini adalah sohih.

ﻟﻜﻦ اﻟﺒﺎﺭﻱ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ كيفية ﺻﻔﺘﻪ ﺇﻻ ﻫﻮ

Akan tetapi Al Bari jalla wa 'ala  tidak ada yang mengetahui kaifiyah sifat Nya kecuali Dia.

ﻓﻨﺤﻦ ﻧﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﺤﺪ ﻭﻧﻜﻞ ﻋﻠﻤﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ- ﺗﻌﺎﻟﻰ

Maka kami beriman dzat Allah dengan batas dan kami menyerahkan ilmunya kepada Allah ta'ala.

Majmu Fatawa. Ibnu Utsaimin. 254/7.


Jadi mereka berkata dzat Allah memiliki batas tapi tidak tahu batasnya. 


Padahal mereka selalu menyebut batasnya, yaitu Arsy yang berada di bawah dzat Allah.

Maha suci Allah dari sifat demikian.


Konyol banget kan gaes.

Bilang tidak tahu batasnya tapi menyebutkan batasnya.

Adakah orang yang lebih lucu dari itu ??


Penjelasan ilmiah itu begini :

Penafian batas bagi dzat Allah dikarenakan keyakinan ahlussunnah wal jama'ah yang mensucikan Allah dari tanda tanda baru, sebagaimana yang dikatakan Imam Adz Dzahabi yang menukil dari Imam Al Baghowi :

ﻭﻳﻌﺘﻘﺪ ﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﻣﻨﺰﻩ ﻋﻦ ﺳﻤﺎﺕ اﻟﺤﺪﺙ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﻀﺖ ﺃﺋﻤﺔ اﻟﺴﻠﻒ ﻭﻋﻠﻤﺎء اﻟﺴﻨﺔ

Dan meyakini sesungguhnya Allah adalah yang disucikan dari tanda tanda baru. Di atas  keyakinan demikian lah telah berlalu aqidah para imam salaf dan para ulama sunnah.

Kitab Al Uluw. 262/1.


Batas dan ujung itu mewajibkan tanda yang baru. Karena  batas itu butuh kepada yang membatasi, sedangkan Allah itu sudah ada sebelum segala sesuatu ada. Artinya ketika mahluk belum diciptakan tidak ada batas bagi dzat Allah karena tidak ada yang membatasi dzat Allah. Sebagaimana perkataan Imam Baihaqi :

ﻭاﻟﺤﺪ ﻳﻮﺟﺐ اﻟﺤﺪﺙ ﻟﺤﺎﺟﺔ اﻟﺤﺪ ﺇﻟﻰ ﺣﺎﺩ ﺧﺼﻪ ﺑﻪ، ﻭاﻟﺒﺎﺭﻱ ﻗﺪﻳﻢ ﻟﻢ ﻳﺰﻝ.

Batas itu mewajibkan tanda yang baru, karena kebutuhan batas kepada yang membatasi, dia mengkhususkan dzat Allah dengannya, sedangkan Allah ada tanpa permulaan , senantiasa ada sebelum segala sesuatu ada.

Al Asma Wa Shifat. 311/2.


Itu cara ustadz aswaja menjelaskan aqidah.


Ya mudah mudahan pengikut Wahabi Indonesia sadar jika aqidahnya sudah dipermainkan ulama Wahabi.


Abdurrachman Asy Syafi'iy.


*NGELAWAK:

 

Literasi anda itu kitab kitab mujassimah.. yang jauh dari sifat ilmiah... coba baca kitab yang anda ss itu secara teliti. Apa tidak melihat kejanggalan ??


Perkataan tanpa batas بلا حد ditakwil jadi tidak tahu batasnya.

Wkwkwk...

Sejak kapan huruf لا di dalam bahasa arab bermakna maujud.

Huruf laa itu menafikan.


Selain itu yang lebih konyol lagi adalah berkata tidak tahu batasnya tapi selalu menyebut batasnya, berada di atas Arsy secara terpisah. 

Ya itu kan artinya sudah tau batasnya, yaitu arsy yang berada di bawah dzat Allah.


Maha suci Allah dari sifat demikian.


Maha suci Allah dari sifat yang disifatkan orang orang jahil.



—--


ULAMANYA SAJA DUNGU APALAGI PENGIKUTNYA


Berdebat masalah aqidah itu tidak seperti masalah furu'iyah. Karena di dalam perkara pokok aqidah tertutup pintu ijtihad. Sehingga tidak memungkinkan perbedaan pendapat ketika sudah sepakat dengan satu pokok aqidah yang sama.


Orang yang tegak di atas kebenaran tidak akan menghasilkan kesimpulan yang kontradiktif dengan pokok aqidah yang sudah disepakati, sedangkan orang yang tegak di atas kesesatan pasti akan membuat kesimpulan yang kontradiktif dan menampakkan kedunguan.


Oleh sebab itulah Allah menjuluki orang yang selamat dari ayat mutasyabihat dengan julukan

الراسخون في العلم

Orang orang yang teguh di dalam ilmu.

Menunjukkan orang orang yg cerdas di dalam berpikir.


Maka bisa diketahui bahwa orang orang sesat yang yg condong kepada ayat mutasyabihat untuk membuat fitnah adalah kebalikannya, yaitu orang orang dungu dan lemah di dalam berpikir.


Kali ini akan saya perlihatkan kedunguan orang sesat yang dimaksud.

Utsaimin berkata :

ﻓﺄﻣﺎ اﻟﺼﻔﺎﺕ اﻟﺬاﺗﻴﺔ ﻓﻴﺮاﺩ ﺑﻬﺎ اﻟﺼﻔﺎﺕ اللاﺯﻣﺔ ﻟﺬاﺗﻪ - ﺗﻌﺎﻟﻰ -، اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﺰﻝ ﻭﻻ ﻳﺰاﻝ ﻣﺘﺼﻔﺎ ﺑﻬﺎ 

Adapun sifat sifat dzatiyah, maka yang dimaksud dengannya adalah sifat sifat yang wajib bagi dzat Nya ta'ala, yang mana Allah senantiasa memiliki sifat demikian.

Majmu Fatawa. 134/1.


Dihalaman lain dia berkata :

ﻭﻫﻲ ﺻﻔﺔ ﺫاﺗﻴﺔ ﻻ ﺗﻨﺘﻔﻲ ﻋﻦ اﻟﻠﻪ

..dan yang demikian adalah sifat dzatiyah yang tidak akan ternafikan dari Allah.

Majmu Fatawa. 206/1.


Perkataan Utsaimin itu menampakkan bahwa dirinya sepakat dengan pokok aqidah ahlussunnah wal jamaah yang meyakini sifat dzat adalah sifat yang wajib bagi dzat Allah, Allah senantiasa memiliki sifat tersebut dan tidak akan ternafikan dari Allah, maksudnya sifat tersebut tidak boleh tiada.


Mulailah nampak kedunguannya ketika berbicara tentang sifat khabariyah dan membenarkan perkataan Usman bin Sa'id ad darimi yang menetapkan dzat Allah memiliki batas dan ada ujungnya, karena Utsaimin ini meyakini Allah berada di atas sesuatu secara terpisah dengan jarak ketika berkata dengan sifat istawa dan fauqiyah. Maha suci Allah dari sifat demikian.

Utsaimin menukilkan perkataan Usman bin Sa'id :

 ﺃﻥ اﻟﺤﺪ ﺗﺎﺭﺓ ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ ﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﻣﺤﺪﻭﺩ ﻳﺪﺭﻙ اﻟﻌﻘﻞ ﺣﺪﻩ ﻭﺗﺤﻴﻂ ﺑﻪ اﻟﻤﺨﻠﻮﻗﺎﺕ ﻓﻬﺬا ﺑﺎﻃﻞ.

Batas itu adakalanya yang dimaksud dengannya adalah dzat Allah dibatasi yang mana akal mampu menjangkau batasnya dan mahluk mahluk meliputi Allah dengannya, maka hal ini bathil.

ﻭﺗﺎﺭﺓ ﻳﺮاﺩ ﺑﻪ ﺃﻧﻪ ﺑﺎﺋﻦ ﻣﻦ ﺧﻠﻘﻪ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﻝ ﻓﻴﻬﻢ ﻓﻬﺬا ﺻﺤﻴﺢ.

Dan adakalanya yang dimaksud dengannya adalah dzat Allah adalah yang terpisah dengan jarak dari ciptaannya bukan yang berada di dalam mereka, maka hal ini adalah benar.

 ﻭﻟﺬﻟﻚ ﺭﺩ اﻹﻣﺎﻣ ﻋﺚﻣﺎﻧ ﺑﻦ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺪاﺭﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺑﺸﺮ اﻟﻤﺮﻳﺴﻲ ﻓﻲ ﻧﻔﻴﻪ اﻟﺤﺪ

Dikarenakan yang demikian itu Imam Usman bin Sa'id Ad Darimi membantah Bisyr Al Marisy di dalam menafikan batas.

 ﻭﻗﺎﻝ: ﺇﻧﻪ ﻻ ﻣﻌﻨﻰ ﻟﻨﻔﻴﻚ، ﺇﻻ ﺃﻥ اﻟﻠﻪ ﻻ ﺷﻲء، ﻷﻧﻪ ﻣﺎ ﻣﻦ ﺷﻲء ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻪ اﺳﻢ الشيء ﺇﻻ ﻭﻟﻪ ﺣﺪ ﻭﻏﺎﻳﺔ ﻭﺻﻔﺔ، ﻟﻜﻦ اﻟﺒﺎﺭﻱ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ﻻ ﻳﻌﻠﻢ ﻛﻴﻔﻴﺔ ﺻﻔﺘﻪ ﺇﻻ ﻫﻮ ﻗﺎﻝ: ﻓﻨﺤﻦ ﻧﺆﻣﻦ ﺑﺎﻟﺤﺪ ﻭﻧﻜﻞ ﻋﻠﻤﻪ ﺇﻟﻰ اﻟﻠﻪ- ﺗﻌﺎﻟﻰ

Dan dia berkata : Sesungguhnya penafian mu itu tidak ada maknanya, kecuali menetapkan bahwa Allah bukan sesuatu yang maujud. Karena tidak ada sesuatu yang maujud berlaku terhadapnya nama sesuatu kecuali memiliki batas, ujung dan sifat. Akan tetapi Allah jalla wa alaa tidak ada yang mengetahui kaifiyah sifatnya kecuali Dia. Usman bin Sa'id berkata : Maka kami beriman dzat Allah dengan batas (dan ada ujungnya), dan kami menyerahkan ilmunya kepada Allah ta'ala.

Kitab Majmu Fatawa. 254/7.


Betapa dungunya orang itu.

Diawal dia berkata sifat dzat itu wajib bagi dzat Allah, sifat dzat itu  tidak akan ternafikan,  tapi disisi lain dia menetapkan dzat Allah memiliki batas dan ada ujungnya. Sedangkan batas dan ujung itu tidak ada ketika mahluk belum diciptakan, karena tidak ada yang membatasi dzat Allah.

Artinya batas dan ujung bagi dzat Allah adalah sifat dzat yang ternafikan ketika mahluk belum diciptakan. Sifat dzat yang tidak wajib.


Lagipula perkataan Usman bin Sa'id itu ngawur ko bisa dibenarkan. Dia berkata tidak ada yang maujud kecuali memiliki batas dan ujung. Padahal dzat Allah ketika mahluk belum diciptakan tidak memiliki batas dan ujung dan bukan yang tiada.


Namun bagi orang orang yang hatinya disesatkan oleh Allah, sekalipun sudah jelas diperlihatkan kedunguan orang itu, tetap saja diikuti. Mereka tidak peduli sekalipun Allah sudah mengabarkan bahwa lawan orang sesat yang membuat fitnah dengan ayat mutasyabihat adalah orang orang cerdas yang teguh di dalam ilmu.


Abdurrachman Asy Syafi'iy

Komentar